Disaat ini dunia semakin sesak
dengan berbagai inovasi yang berasal dari buah pemikiran manusia. Inovasi tersebut
muncul dari ide kreatif dari seseorang yang memiliki imajinasi yang mungkin
akan terwujud menjadi sesuatu yang nyata, bukan sekedar imajinasi dalam benak
semata. Berbagai penemuan yang mengubah paradigma manusia akan sesuatu-pun
bermunculan di era yang disebut peradaban manusia modern ini. Namun perlu
diingat bahwa penemuan manusia modern saat ini tak terleppas dari berbagai
inovasi yang diciptakan manusia masa lalu. Tentu saja karena masa lalu, kini dan
masa yang akan datang merupakan suatu hal yang niscaya akan dilalui setiap
generasi dalam menjalani suatu siklus kehidupan.
Kali ini saya
tidak akan membahas tentang inovasi luar biasa yang mampu merubah peradaban
manusia, akan tetapi saya akan membahas suatu hal yang menurut saya menarik
untuk dibahas seta mungkin luput dari perhatian khalayak, tentang asal
muasal dari suatu benda tercipta dari sebuah inovasi dan kini manusia modern
mengenakannya sebagai suatu symbol yang meningkatkan gengsi seseorang. Apakah
benda tersebut?
Mungkin diantara
anda ada yang pernah mengenakan sebuah dasi? lalu bagaimana anda menggunakan
dasi?. Dasi menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah perlengkapan pakaian yg dibuat dr sutra dsb, dipasang
(dikalungkan) pd leher kemeja dan bergantung di dada. Namun apa yang saya baca
dari bukunya Dan Brown yang berjudul The Lost Symbol membukakan mata saya
tentang filosofi dari dasi tersebut, bagaimana asal muasal dasi tersebut
tercipta. Tentusaja dasi ini merupakan salah satu bagian inovasi manusia juga
bukan?. Nah, marilah kita tinjau pandangan seorang Dan Brown tentang Dasi
tersebut. Menurutnya, dasi adalah tali gantungan mungil, cravat (dasi) berasal dari fasealia
(syal pengikat leher) sutra yang dikenakan para orator Romawi untuk
menghangatkan pita suara. Secara etimologis, cravat sesungguhnya berasal dari serdadu bayaran “Croat” keji yang menyimpulkan saputangan
di leher sebelum maju bertempur. Sampai sekarang, pakaian peperangan kuno ini
dikenakan para prajurit perkantoran modern yang berharap bisa mengintimidasi
musuh-musuhnya di ruang rapat. Dan Brown dalam tulisannya tersebut seakan ingin
mengungkapkan kepada kita bahwa suatu hal tercipta kadang merupakan hal yang
berasal dari kebiasaan dari suatu fenomena yang seakan terbalik dari keadaan
yang semestinya. Artinya, bisa saja suatu yang kita pandang sebuah nilai yang prestige di masa sekarang terbentuk dari
lingkungan dengan nilai yang berbanding terbalik. Seperti halnya dasi,
seseorang yang mengenakannya seakan menjadi orang yang bergengsi diantara yang
lainnya, bahkan kadang menjadi penentu kesuksesan seseorang, padahal dimasanya
tercipta, dasi atau cravat tersebut
dikenakan semata dimemfaatan sebagai penghangat leher orang-orang yang dianggap
keji dan haus akan sebuah kekuasaan.
Pada akhirnya apapun asal muasal ataupun filosofi
dari suatu benda, tergantung dari nilai benda tersebut, apakah akan bermanfaat
atau tidak. Andaikata suatu benda tercipta dari suatu yang kita anggap hina,
tetapi memberikan manfaat besar bagi kebanyak orang, maka bolehlah kita katakan sebagai inovasi yang bermanfaat.